Berbagi sebutan untuk seorang yang tidak berjenis kelami laki-laki. Mungkin lebih banyak lagi sebutan untuknya. Buat aku pribadi, aku lebuh senang jika disebut sebagai Perempuan dibanding Wanita karena berdasarkan bahasa Sansekerta Wanita adalah pemuas nafu seks sedangkan Perempuan adalah bagai air surga yang menyejukkan.
Dipikir-pikir menjadi seorang perempuan itu sangat berat dan penuh perjuangan. Ketika berajak remaja mengalami menstruasi yang diiring dengan rasa sakit dan kram perut, memasuki fase berkeluarga mengurus suami, hamil membawa bayi kemanapun ia pergi selama 9 bulan belum lagi melahirkan yang harus dihadapkan dalam situasi hidup dan mati, belum lagi masa menyusui yang membuat putingnya sakit, lalu ketika memasuki masa tua pun tak luput dari rasa sakit. Masa monopose yang menyakitkan dan perasaan yang rendah diri karena merasa sudah tidak bisa melayani suami karena hormon estrogennya sudah tidak ada dan gairah seksnya sudah berkurang. Alibi seperti inilah yang digunakan suami sebagai pembenarannya untuk beristri lagi / poligami.
Belum lagi sterotipe yang ada dimasyarakat bahwa perempuan cantik itu kulitnya putih, langsing, rambutnya hitam, panjang, & lurus, berwajah indo, dan lain sebagainya. Sterotipe seperti inilah yang membuat kaum perempuan rela menyakiti dirinya, berlapar-lapar, meminum berbaai obat pelangsing, kepusat kebugaram bahkan sedot lemak. Berlomba-lomba membeli produk pemutih kulit dan disertai iklan-iklan yang menyesatkan. Tiap bulan kesalon untuk merawat rambutnya. Belum lagi membeli make up untuk menutupi kekurangan diwajahnya. Pakaian yang mahal dan seksi, untuk menambah kesempurnaan penampilan menggunakan High Heel .
Entah berapa ratus bahkan juta rupiah yang harus dikeluarkan untuk memenuhi hasrat dan status sosial itu.... Lalu bagimana dengan perempuan yang tidak termasuk dalam sterotipe itu dan memilih untuk tidak berubah. Apakah perempuan-perempuan seperti itu harus tertindas dan tidak popular. dan kapankah sterotipe itu berubah. Entah siapa yang bisa menjawab pertanyaan ini?
Bicara tentang Ibu... Saya setuju dengan ungkapan “Surga ditelapak kaki Ibu”, bagaimana tidak selama 9 bulan ia menjaga kita dalam kandungannya, melahirkan, setelah lahir ia dengan ikhlas merawat kita, terjaga ditengah malam, menyusui kita, bahkan sampai kita dewasa ia tetap merawat kita. Dan masih banyak lagi yang harus dialami seorang Ibu... sungguh mulia menjadi seorang Ibu...... Tak salah jika Nabi Muhammad SAW ketika ditanya seorang sahabat, siapa yang harus dihormati terlebih dahulu Umi atau Abi.. dengan lantang ia menjawab Umi, Umi, Umi, & terakhir Abi.
Dulu saya pernah merasa menyesal dilahirkan sebagai seorang perempuan tapi kini saya justru jauh lebih bangga menjadi perempuan dan menghargai seorang perempuan. Karena perempuan itu adalah makhluk yang indah dan kuat, sekuat batu karang dilautan yang tegar menghadapi hantaman ombak.. Bahkan perempuan jauh lebih rasional dibandingkan laki-laki...
“HIDUP PEREMPUAN”
Dipikir-pikir menjadi seorang perempuan itu sangat berat dan penuh perjuangan. Ketika berajak remaja mengalami menstruasi yang diiring dengan rasa sakit dan kram perut, memasuki fase berkeluarga mengurus suami, hamil membawa bayi kemanapun ia pergi selama 9 bulan belum lagi melahirkan yang harus dihadapkan dalam situasi hidup dan mati, belum lagi masa menyusui yang membuat putingnya sakit, lalu ketika memasuki masa tua pun tak luput dari rasa sakit. Masa monopose yang menyakitkan dan perasaan yang rendah diri karena merasa sudah tidak bisa melayani suami karena hormon estrogennya sudah tidak ada dan gairah seksnya sudah berkurang. Alibi seperti inilah yang digunakan suami sebagai pembenarannya untuk beristri lagi / poligami.
Belum lagi sterotipe yang ada dimasyarakat bahwa perempuan cantik itu kulitnya putih, langsing, rambutnya hitam, panjang, & lurus, berwajah indo, dan lain sebagainya. Sterotipe seperti inilah yang membuat kaum perempuan rela menyakiti dirinya, berlapar-lapar, meminum berbaai obat pelangsing, kepusat kebugaram bahkan sedot lemak. Berlomba-lomba membeli produk pemutih kulit dan disertai iklan-iklan yang menyesatkan. Tiap bulan kesalon untuk merawat rambutnya. Belum lagi membeli make up untuk menutupi kekurangan diwajahnya. Pakaian yang mahal dan seksi, untuk menambah kesempurnaan penampilan menggunakan High Heel .
Entah berapa ratus bahkan juta rupiah yang harus dikeluarkan untuk memenuhi hasrat dan status sosial itu.... Lalu bagimana dengan perempuan yang tidak termasuk dalam sterotipe itu dan memilih untuk tidak berubah. Apakah perempuan-perempuan seperti itu harus tertindas dan tidak popular. dan kapankah sterotipe itu berubah. Entah siapa yang bisa menjawab pertanyaan ini?
Bicara tentang Ibu... Saya setuju dengan ungkapan “Surga ditelapak kaki Ibu”, bagaimana tidak selama 9 bulan ia menjaga kita dalam kandungannya, melahirkan, setelah lahir ia dengan ikhlas merawat kita, terjaga ditengah malam, menyusui kita, bahkan sampai kita dewasa ia tetap merawat kita. Dan masih banyak lagi yang harus dialami seorang Ibu... sungguh mulia menjadi seorang Ibu...... Tak salah jika Nabi Muhammad SAW ketika ditanya seorang sahabat, siapa yang harus dihormati terlebih dahulu Umi atau Abi.. dengan lantang ia menjawab Umi, Umi, Umi, & terakhir Abi.
Dulu saya pernah merasa menyesal dilahirkan sebagai seorang perempuan tapi kini saya justru jauh lebih bangga menjadi perempuan dan menghargai seorang perempuan. Karena perempuan itu adalah makhluk yang indah dan kuat, sekuat batu karang dilautan yang tegar menghadapi hantaman ombak.. Bahkan perempuan jauh lebih rasional dibandingkan laki-laki...
“HIDUP PEREMPUAN”