Tuesday, January 10, 2006

Dara, Gadis, Wanita, Perempuan, Ibu, Tante, Nenek, Eyang Putri...

Berbagi sebutan untuk seorang yang tidak berjenis kelami laki-laki. Mungkin lebih banyak lagi sebutan untuknya. Buat aku pribadi, aku lebuh senang jika disebut sebagai Perempuan dibanding Wanita karena berdasarkan bahasa Sansekerta Wanita adalah pemuas nafu seks sedangkan Perempuan adalah bagai air surga yang menyejukkan.
Dipikir-pikir menjadi seorang perempuan itu sangat berat dan penuh perjuangan. Ketika berajak remaja mengalami menstruasi yang diiring dengan rasa sakit dan kram perut, memasuki fase berkeluarga mengurus suami, hamil membawa bayi kemanapun ia pergi selama 9 bulan belum lagi melahirkan yang harus dihadapkan dalam situasi hidup dan mati, belum lagi masa menyusui yang membuat putingnya sakit, lalu ketika memasuki masa tua pun tak luput dari rasa sakit. Masa monopose yang menyakitkan dan perasaan yang rendah diri karena merasa sudah tidak bisa melayani suami karena hormon estrogennya sudah tidak ada dan gairah seksnya sudah berkurang. Alibi seperti inilah yang digunakan suami sebagai pembenarannya untuk beristri lagi / poligami.
Belum lagi sterotipe yang ada dimasyarakat bahwa perempuan cantik itu kulitnya putih, langsing, rambutnya hitam, panjang, & lurus, berwajah indo, dan lain sebagainya. Sterotipe seperti inilah yang membuat kaum perempuan rela menyakiti dirinya, berlapar-lapar, meminum berbaai obat pelangsing, kepusat kebugaram bahkan sedot lemak. Berlomba-lomba membeli produk pemutih kulit dan disertai iklan-iklan yang menyesatkan. Tiap bulan kesalon untuk merawat rambutnya. Belum lagi membeli make up untuk menutupi kekurangan diwajahnya. Pakaian yang mahal dan seksi, untuk menambah kesempurnaan penampilan menggunakan High Heel .
Entah berapa ratus bahkan juta rupiah yang harus dikeluarkan untuk memenuhi hasrat dan status sosial itu.... Lalu bagimana dengan perempuan yang tidak termasuk dalam sterotipe itu dan memilih untuk tidak berubah. Apakah perempuan-perempuan seperti itu harus tertindas dan tidak popular. dan kapankah sterotipe itu berubah. Entah siapa yang bisa menjawab pertanyaan ini?
Bicara tentang Ibu... Saya setuju dengan ungkapan “Surga ditelapak kaki Ibu”, bagaimana tidak selama 9 bulan ia menjaga kita dalam kandungannya, melahirkan, setelah lahir ia dengan ikhlas merawat kita, terjaga ditengah malam, menyusui kita, bahkan sampai kita dewasa ia tetap merawat kita. Dan masih banyak lagi yang harus dialami seorang Ibu... sungguh mulia menjadi seorang Ibu...... Tak salah jika Nabi Muhammad SAW ketika ditanya seorang sahabat, siapa yang harus dihormati terlebih dahulu Umi atau Abi.. dengan lantang ia menjawab Umi, Umi, Umi, & terakhir Abi.
Dulu saya pernah merasa menyesal dilahirkan sebagai seorang perempuan tapi kini saya justru jauh lebih bangga menjadi perempuan dan menghargai seorang perempuan. Karena perempuan itu adalah makhluk yang indah dan kuat, sekuat batu karang dilautan yang tegar menghadapi hantaman ombak.. Bahkan perempuan jauh lebih rasional dibandingkan laki-laki...


“HIDUP PEREMPUAN”

PerBudaKan

Masih ingat cerita tentang perbudakan ?
Sebuah tragedyi hidup yang pernah menimpa saudara kita hanya karena perbedaan bentuk tubuh. Hanya karena beda warna kulit dan bentuk tubuh, mereka harus kehilangan hak mereka untuk hidup selayaknya. Mereka harus kerja keras setiap hari ditambah dengan cambukan yang menyakiti punggung dan tangan tanpa upah, sekarang meskipun perbudakan sudah dihapuskan bukan berarti diskriminasi karena perbedaan tubuh hilang begitu saja.
Dulu diskriminasi bentuk tubuh terjadi secara komunal berdasarkan ras hingga lahir perbudakan, sekarang diskriminasi terjadi dalam skala yang lebih sempit tapi cukup mewabah dan itu tanpa kita sadari. Coba lihat sekitar kita atau bahkan kita sendiri yang memperlakukan teman, saudara, atau tetangga yang tubuhnya agak aneh. Aneh karena warna kulitnya, cacat bawaan, dll, seolah-olah mengizinkan kita untuk berbuat apapun pada mereka. Lebih aneh lagi, kita menganggap perlakuan semena-mena itu wajar dan membiarkan orang lain menderita hanya karena ketidaklaziman bentuk tubuh yang mereka miliki.
Ada semacam diskriminasi bentuk tubuh antar personal terjadi secara terselubung yang mengakibatkan seseorang itu terasing atau dihargai secara berlebihan. Seseorang hanya dinilai berdasarkan bentuk tubuhnya saja, hal ini diperparah dengan sistem kapitalisme dan individualisme yang ditangkap oleh banyak teman kita sebatas permukaannya saja melalui budaya hedonis (senag-senang/hura-hura). Akibatnya banyak teman kita yang malah sibuk mem[persolek tubuh juga berdandan, bahkan cenderung mengeksploitasi tubuh mereka hanya untuk sekedar mendapatkan sedikit decak kagum dari orang lain. Tak jauh dari situ, perilaku seperti itu mudah dijumpai disekolah atau dikampus kita. Sekolah atau kampus hanya jadi pelengkap status sosial dan ajang tempat pamer tubuh juga dandanan. Banyak teman kita hanya mau bergaul dengan orang yang memiliki keunggulan bentuk tubuh saja dan cenderung mencemooh orang yang rada aneh bentuk tubuhnya tanpa melihat keunggulan dari mereka seperti memiliki wawasan yang luas, suara yang bagus ataupun keahlian yang lain.
Diskriminasi memang tidak pernah mati tapi selama kita hidup, kita tidak boleh diam. Diskriminasi tubuh secara komunal memang mudah dilihat and itu sudah dihapuskan. Sekarang ini kita menghadapi diskriminasi yang terjadi antar personal yang boleh jadi menghinggapi kita dalam memperlakukan teman atau diri kita sendiri. Jika dulu Karl Marx membagi kasta menusia berdasarkan posisi manusia dalam sistem produksi, kemudian Adolf Hitler dengan Nazinya merasa berhak menyerbu bangsa lain karena merasa bangsanya adalah bangsa yang lebih unggul. Akankah kita tega menyakiti teman kita atau diri kita hanya karena perbedaan rambut, bentuk tubuh yang tidak ideal, bentuk wajah yang aneh karena cacat bawaan atau cacat kecelakaan ?

Pilihan Agung

Rintih terpendam seorang perempuan
Ditikam sengit perkosaan di ruang sempit
berdinding poster dan beberapa serakan botol bir
Terkenang lantai yang pesing
Tempat ronta, isak, dan desah ganas penggagahan
Diakhiri muncratan amis mani
dari ujung kepala belut licin
Membuatnya lupa akan segumpal nyeri dari paha
dan darah yang menyeruak dari selangkangnya
Punggungnya masih lembab dan amis
Bagai sisa hangat senggama
Dia mulai paham, tiap masalah
Tak harus dimengerti semua orang
dan membuat dia ikhlas menjadi gila
dan dipasung sebagai pilihan terakhir
yang AGUNG....